Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2017

Esok

Impianku Esok Pe-Pinesthi Langit hitam mencengkeram Suara gemuruh menghantam Jutaan insan terbungkam Buasnya dunia mengancam Cucuran darah buat hati bergetar Suara ledakan yang menggelegar Hancur!! Duniaku hancur Manusia bagaikan daun gugur Ah sesak, rindu akan kesunyian Terlelap dalam nyanyian Terbangun dalam dekapan Mimpi indah untuk masa depan Mengalir dalam setiap jiwa Hingga urat-urat sungai

SUNYI

Gambar
TERLELAP DALAM SUNYI Dinginnya malam tiada bertepi Hanya sebuah kasih yang kunanti Menanti angan bersama jiwa yang mati Terbalut luka dalam kerinduan Hempasan cinta buatku lemah tak berdaya Kesunyian ini benar membunuhku Menghujam disetiap langkah Menorehkan nokta yang tak bisa musnah Sebutir tak bernyawa tanpa tawa juga canda Senyum sepi menghalang waktu Dan akan kutuang dalam ruang tak bertulang Jiwa ini tak lagi mampu membendung Hati ini sudah beku hilang dan ingin kembali pulang Biarkan beristirahat hilang dan tak kanpulang Tidak lagi bersenandung dalam gelap malam Teruslah kau terjang apa yang ingin kau terjang Dan jangan menanti karena hilang Hilang tak tersisa

BELIT KERINDUAN

BELIT KERINDUAN Dalam sunyi memecah rindu Sejenak melupakan penat memecah pilu Peluk hangat selembar kain buat lupa akan waktu Suara manisnya membuatku beranjak dari mimpiku Yang terlihat hanya ruang kosong tak bertuan Lantunan syair membawaku terus berjalan Menyurusi duri dan batuan Manggapai mimpi dalam angan Menyisakan sebuah kisah dan harapan

First

Gambar
Potongan Tak Berarti  Secuil apa? Selembar apa? Potongan sampah tak berguna mampu membuat negeri ini berubah. Tidak ada yang mau datang atau sekedar melihat apa yang menjadi belenggu masyarakat bulukan seperti ini. Hanya kami, ya hanya kami yang peduli terhadap daerah ini. Kalau bukan kami siapa lagi? Mereka yang merusak, kami yang harus menyemennya. Lestari merupakan salah satu penjual di pasar yang peduli terhadap keadaan lingkungannya, tetapi apa yang terjadi hujatan dan cibiran menerjangnya. Setiap pagi sebelum subuh ia mulai membuka lapaknya. “Ayo dipilih-dipilih sayurnya Pak, Bu. Harga boleh rupiah tapi kualitas ringgit punya”. Begitu ia menawarkan dagangannya. Dari arah kejauhan tampak seorang lelaki kaya yang menenteng tas, orang-orang biasa memanggilnya Pak Luyo. Mendengar suara Lestari tiba-tiba Pak Luyo mampir ke lapaknya. “Saya dengar Anda tadi bicara “Ringgit”? Memangnya Anda tahu ringgit itu berapa rupiah? Barang bermerk Pasar saja ngakunya sok berkualitas”...