Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Karya Keempat-Tantangan 41 Hari Menulis

Gambar
Raja Penyair Zaman Pujangga Baru Menanggalkan Puisi Cinta di Jawa (Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetra) Oleh Pepinesthi Pemilik nama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poeta, lahir di Tanjung Pura, 28 Februari 1911. Pria bangsawan ini mempunyai nama pena Amir Hamzaah, masa kecilnya dihabiskan di daerah Langkat tempat ayahnya menjabat. Putra Bungsu dari Wakil Sultan Tengkoe Mohammad Adil dengan Istri ketiganya yang bernama Tengkoe Mahjiwa ini sangat cerdas, santun, dan tanggap. Meskipun, lahir menjadi anak seorang bangsawan watak sombongnya terkikis habis oleh sikap rendah hati. Karena kearifannya Amir Hamzah menjadi kesayangan semua orang di Langkat. Semasa kecil dididikan agama menjadi sebuah prinsip nomor satu sebagai kewajiban muslim yang taat dalam mendidik anak. Menjadi seorang muslim yang taat tidak mengekangnya untuk mempelajari beberapa hal tentang pengetahuan kristen. Menurut Amir Hamzah perbedaan adalah fenomena cinta yang sangat indah, cinta akan mun...

Hari Ketiga-Tantangan 41 Hari Menulis

Gambar
Soe Hok Djin: Politik Bergeming Mahasiswa Angkat Bicara Oleh Pepinesthi Arief Budiman begitu pria kelahiran Jakarta, 3 Januari 1941 berganti nama setelah menjadi seorang mualaf. Pemilik nama asli Soe Hok Djin ini adalah seorang aktivis angkatan ’66 yang sangat kritis menanggapi masa orde baru. Beliau adalah saudara laki-laki dari Soe Hok Gie yang sama-sama aktif mengkritisi politik di Indonesia ketika masih menjadi mahasiswa aktif Universitas Indonesia. Menurutnya menjadi seorang mahasiswa harus bisa menyuarakan suara rakyat. Beberapa kritikan tentang praktik demokrasi pada tahun 1992. Seperti yang dikutip dalam buku Adam Schwarz, A Nation in Writing (1994) bahwa, demokrasi pertama disebut sebagai demokrasi pinjaman sehingga siapapun tidak bisa memberi/menerima kritik. Pada dasarnya demokrasi adalah orang-orang dapat mengekspresikan pendapat mereka dengan bebas. Namun, saat ini negara berpikir bahwa kritik akan pergi jauh dan demokrasi pinjaman itu akan kembali berkuasa. Rakyat...

Karya kedua-Tantangan 41 Hari Menulis

Gambar
Sepucuk Surat untuk Pramoedya Ananta Mastoer Kisah Dibalik Jeruji: Sebuah Pena Pemberontak Oleh Pepinesthi Sejarah telah mencatatat Sang Maestro kata menjadi sastrawan yang sangat produktif. Pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, 06 Februari 1925 ini, melukiskan kata dengan sastra-sastra kolot berupa karya fiksi. Lebih dari 50 karyanya diterjemahkan dalam 41 Bahasa Asing. Pramoedya Ananta Toer, begitu banyak orang menyeru namanya saat ini. Beliau lahir sebagai anak sulung dari soerang Ayah yang berprofesi sebagai guru dan Ibu sebagai pedagang nasi. Pemilik nama asli Pramoedya Ananta Mastoer ini, menghilangkan sepenggal kata “Mas” dalam namanya yang dirasa terlalu aristokratik. Pram menempuh pendidikan pada sekolah kejuruan Radio di Surabaya. Karena sebagai anak sulung, membantu biaya sekolah adik-adiknya adalah suatu keharusan dan tanggungjawab. Guna menopang biaya kehidupan keluarga, Beliau bekerja sebagai juru ketik di salah satu surat kabar di Jakarta milik pemerintah Jep...

Karya Pertama-Tantangan 41 Hari Menulis

Gambar
Taufik Ismail: Sastrawan Lugas Pemilik Sajak Pedas Oleh Pepinesthi        Seorang sastrawan Indonesia berwajah lembut, namun tegas dan kritis. Sajak-sajak yang dibuat ditujukan untuk generasi penerus bangsa agar tidak menjadi seorang pengecut. Pria kelahiran Bukit Tinggi, 25 Juni 1935 ini bernama Taufik Ismail. Lahir dari seorang ayah yang berprofesi sebagai wartawan dan ibunya seorang guru. Taufik Ismail dididik di antara orang-orang melek pendidikan, bukan suatu hal yang mengejudkan ketika Sang Sastrawan ini mendapat beasiswa Amerika Field Service International School (1956-1957).  Masa kecil Taufik Ismail dihabiskan di Pekalongan sampai lulus Sekolah Dasar. Setelah lulus Beliau kembali lagi ke Bukit Tinggi. Kondisi politik pada saat itu membuat keluarga kecil Taufik hidup nomaden. Ketika di Bukit Tinggi terjadi suatu permasalahan terkait dengan pengasingan Mohammad Hatta, mereka pindah ke daerah Bogor dan menganyam pendidikan SMA di sana. Tidak berakhi...

Ironi

Negeriku Lautan Garam Pe-Pinesthi Negeriku dibanjiri para pendusta Sang penguasa asik mengobral persatuan Wakil rakyat hidup tanpa beban Rakyat hanya punya hasrat Amunisi siap untuk diluncurkan Senjata rakyat bukan harapan Negeriku oh Negeriku Negeri kaya tanpa noda namun malang Gunung emas sebagai batu loncatan Lautan garam bukan lautan pasir Pesona alam membungkam mereka Mereka sang penuang madu berisi mesiu Integritas terkikis habis Moralitas semakin menipis Negeriku lautan garam namun malang

Puisi Kilat

Pe-Pinesthi RUANG TAK BERMAKNA Terdiam dalam keramaian Duduk dalam dekapan Kejenuhan dari setiap goresan tinta Tidak ada secercah kebahagiaan Hanya lembaran HVS kian membayang Entah ruang atau pasar ikan Semua beradu tanpa hariau Tak berkutik untuk bertindak Ingin rasanya ruang ini kuguyur Tapi apa dengan apa Aktivitas takbertuan ini Tak menyisakan ruang kosong Tersisa untuk senyum kecil kebebasan Rindu dalam senyap Tersadar dalam gelap TERPENJARA DALAM LUKA Saat pertama kudengar surune Saait itu juga jiwa ini bergetar Terlihat sosok tua renta hadir dikrumunan Menyangga bendera di atas ibu pertiwi Meski pelipis mengalir darah Tak ada seorang datang untuk menyapa Jiwa yang lemah itu terus berjalan hingga sudut kota Menanti keramaian datang menjemput bendera Mengibarkan diangkasa tanda kegemilangan itu tiba Tapi mereka enggan mendekat Sisa peluru itu masih membekas Tidak ada yang mampu mencegah Dongeng Malam Hari ...

DEKAPAN DALAM SENJA

Gambar
DEKAPAN DALAM SENJA Menanti senja ditelan cakrawala Hilang dalam senyap cahaya memudar Petang datang dengan jeritan Jalanan tak menyapa siapa Gemerlap lampu kota bertanya Begitu manis tapi kenapa tak bertuan? Rindu membekas dalam dekapan Gemerlap hilang menjadi kelam Tersimpuh dalam luka lara Indah tapi kenapa tak bertuan? Senyum indah kian merekah Tangisan langit membawa cinta Hadir disela warna pelangi Kembali berbenah menanti tuan datang

Esok

Impianku Esok Pe-Pinesthi Langit hitam mencengkeram Suara gemuruh menghantam Jutaan insan terbungkam Buasnya dunia mengancam Cucuran darah buat hati bergetar Suara ledakan yang menggelegar Hancur!! Duniaku hancur Manusia bagaikan daun gugur Ah sesak, rindu akan kesunyian Terlelap dalam nyanyian Terbangun dalam dekapan Mimpi indah untuk masa depan Mengalir dalam setiap jiwa Hingga urat-urat sungai

SUNYI

Gambar
TERLELAP DALAM SUNYI Dinginnya malam tiada bertepi Hanya sebuah kasih yang kunanti Menanti angan bersama jiwa yang mati Terbalut luka dalam kerinduan Hempasan cinta buatku lemah tak berdaya Kesunyian ini benar membunuhku Menghujam disetiap langkah Menorehkan nokta yang tak bisa musnah Sebutir tak bernyawa tanpa tawa juga canda Senyum sepi menghalang waktu Dan akan kutuang dalam ruang tak bertulang Jiwa ini tak lagi mampu membendung Hati ini sudah beku hilang dan ingin kembali pulang Biarkan beristirahat hilang dan tak kanpulang Tidak lagi bersenandung dalam gelap malam Teruslah kau terjang apa yang ingin kau terjang Dan jangan menanti karena hilang Hilang tak tersisa

BELIT KERINDUAN

BELIT KERINDUAN Dalam sunyi memecah rindu Sejenak melupakan penat memecah pilu Peluk hangat selembar kain buat lupa akan waktu Suara manisnya membuatku beranjak dari mimpiku Yang terlihat hanya ruang kosong tak bertuan Lantunan syair membawaku terus berjalan Menyurusi duri dan batuan Manggapai mimpi dalam angan Menyisakan sebuah kisah dan harapan

First

Gambar
Potongan Tak Berarti  Secuil apa? Selembar apa? Potongan sampah tak berguna mampu membuat negeri ini berubah. Tidak ada yang mau datang atau sekedar melihat apa yang menjadi belenggu masyarakat bulukan seperti ini. Hanya kami, ya hanya kami yang peduli terhadap daerah ini. Kalau bukan kami siapa lagi? Mereka yang merusak, kami yang harus menyemennya. Lestari merupakan salah satu penjual di pasar yang peduli terhadap keadaan lingkungannya, tetapi apa yang terjadi hujatan dan cibiran menerjangnya. Setiap pagi sebelum subuh ia mulai membuka lapaknya. “Ayo dipilih-dipilih sayurnya Pak, Bu. Harga boleh rupiah tapi kualitas ringgit punya”. Begitu ia menawarkan dagangannya. Dari arah kejauhan tampak seorang lelaki kaya yang menenteng tas, orang-orang biasa memanggilnya Pak Luyo. Mendengar suara Lestari tiba-tiba Pak Luyo mampir ke lapaknya. “Saya dengar Anda tadi bicara “Ringgit”? Memangnya Anda tahu ringgit itu berapa rupiah? Barang bermerk Pasar saja ngakunya sok berkualitas”...